Sushi zushioda halalkah??
sumber : www.daulahislamiyyah.com
Meninjau ke-Halalan Sushi
Sushi adalah makanan asal negeri Oshin yang populer di Indonesia. Di Korea dikenal dengan sebutan Kimbab. Bagi yang menghindari produk kolesterol tinggi Sushi adalah pilihan yang menyehatkan. Bagi para Ibu, Sushi pun bisa jadi bekal yang menarik buat anak-anaknya.
Dengan bahan dasar nasi Jepang, sayur mayur (lobak, wortel, jahe dll), nori dan ikan, memang dari segi kesehatan cukup memenuhi kadar gizi. Namun apakah cukup bahan dasar itu dalam pembuatan Sushi? Ternyata tidak, ada bahan penolong yang ditambahkan untuk menciptakan rasa yang sempurna bagi Sushi. Pertanyaan yang mencuat bagi penikmat Halal, apakah Halal panganan yang bernama Sushi ini?
Yuk kita lihat bahan-bahan baku dan penolongnya..
Bahan Baku Sushi
1. Nasi yang berasal dari Jepang, bisa ditemukan beras Jepang di supermarket, eksperimen menggunakan nasi yang berasal dari Indonesia atau ketan ternyata tidak cocok.
2. Timun Jepang
3. Lobak yang direndam kunyit sehingga menghasilkan lobak yang berwarna kuning
4. Fusian (isian): Ikan, Udang, Sosis (tergantung selera)
5. Nori
2. Timun Jepang
3. Lobak yang direndam kunyit sehingga menghasilkan lobak yang berwarna kuning
4. Fusian (isian): Ikan, Udang, Sosis (tergantung selera)
5. Nori
Bahan Penolong:
1. Wasabi
2. Vinegar
3. Mayoinase
4. Kecap Asin
5. Teriyaki
2. Vinegar
3. Mayoinase
4. Kecap Asin
5. Teriyaki
Lalu dimanakah titik kritis kehalalan Sushi ini?? Yuk kita bredel satu persatu
1. Nasi yang dimarinade menggunakan vinegar atau cuka, biasanya yang digunakan adalah cuka produk impor, yang belum jelas kehalalannya. Apakah cuka ini hasil samping produk Khamr atau bukan. Nasi yang tadinya Halal menjadi terkontaminasi bahan syubhat ini
2. Nori, berupa rumput laut yang dikeringkan sebagai pembungkus nasi, titik kritisnya adalah bumbu/flavor yang disertakan dalam produk Nori
3. Wasabi, adalah produk yang berasal dari pure Lobak. Namun mesti jelas apakah pure lobak ini tidak mengandung bahan tambahan yang syubhat seperti flavor
4. Kecap Asin yang digunakan sebagai celupan, biasanya yang digunakan adalah Jenis Kikkoman, setelah eksperimen kecap asin dari produk lokal ternyata mengurangi cita rasa celupan untuk sushi. Kecap asin titik kritisnya adalah media fermentasi dan apakah ada penggunaan khamr.
5. Saus Teriyaki, titik kritisnya adalah pada gula dan bahan hewani sebagai bahan pembentuk teriyaki
6. Mayoinase, titik kritisnya adalah lecithin dan emulsifier yang digunakan dalam produk tersebut.
Bagaimana dengan produk Sushi yang ada di Indonesia? Menurut informasi dari Majelis Ulama Indonesia, belum ada yang bersertifikat Halal. Wah, sangat mengejutkan tentunya. Namun ini adalah pilihan yang berpulang ke diri kita, akankah kita mengambil yang HALAL atau tidak.
Sebagai muslim tentu kita akan memilih yang HALAL, karena HALAL adalah Jalan hidup kita.
Salam Halal is My Way
Aisha Maharani
Aisha Maharani
* Hasil interview dengan Chef di acara Fun Cooking Class Hijabers Mom, Juni 2013
Halalkah Sushi & Sashimi
Ustadz, saya suka sekali makan sashimi (irisan daging/ikan mentah). Tapi saya hanya makan sashimi ikan. Ada sedikit keraguan di hati saya karena saya pernah mendengar bahwa kita tidak dibenarkan makan makanan yang masih berdarah (mentah), sedangkan ikan yang saya makan sama sekali tidak ada darahnya (ikan salmon dan udang). Bagaimana hukumnya memakan salmon mentah atau sushi jenis lainnya. Terima kasih.
Wassalaam,
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Secara umum, darah itu memang hukumnya najis, sehingga haram untuk dimakan. Sebagaimana disebutkan di dalam firman Allah SWT berikut ini:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالْدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلاَّ مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَن تَسْتَقْسِمُواْ بِالأَزْلاَمِ ذَلِكُمْ فِسْقٌ الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُواْ مِن دِينِكُمْ فَلاَ تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِينًا فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّإِثْمٍ فَإِنَّ اللّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS. Al-Maidah: 3)
Namun apa yang diharamkan di suatu dalil, boleh jadi dikecualikan dengan dalil lainnya. Salah satunya adalah pengecualian hukum memakan bangkai. Kalau di dalam ayat di atas, secara umum bangkai itu haram, namun bila ada dalil lainnya yang menyatakan kehalalan jenis bangkai tertentu, maka yang dikecualikan itu hukumnya halal.
Untuk menjawab masalah ini, kami ingin menyampaikan sebuah hadits dari Rasulullah SAW tentang hukum hewan yang hidup di laut. Hadits ini kalau kita rujuk kepada sebabnya, sebenarnya bukan secara langsung membicarakan hukum makan ikan. Melainkan jawaban atas pertanyaan tentang kebolehan berwudhu’ dengan menggunakan air laut.
Suatu ketika ada serombongan shahabat melakukan perjalanan di laut lepas. Bekal air yang mereka bawa sangat terbatas. Hanya cukup untuk minum saja. Padahal mereka tetap wajib shalat dengan berwudhu’ sebelumnya. Tapi bekal air itu pasti tidak cukup bila digunakan untuk wudhu’. Lantas mereka berijtihad untuk berwudhu’ dengan menggunakan air laut.
Sekembalinya mereka bersama Rasulullah SAW, segera saja mereka bertanya tentang hukum berwudhu’ dengan menggunakan air laut.Jawaban yang diberikan oleh beliau SAW ternyata juga dilengkapi dengan penjelasan lainnya, bukan hanya kebolehan berwudhu’ dengan air laut, bahkan juga hukum lainnya tentangkebolehan memakan bangkai hewan laut. Jawaban beliau SAW singkat tapi padat.
هو الطهور ماؤه الحل ميتته
(Laut itu) suci airnya dan halal bangkainya.
Dari penjelasan nabi SAW ini jelaslah bahwa jangankan darah ikan, bahkan bangkai ikan sekalipun tetap halal dimakan.
Selain itu kehalalan bangkai ikan itu juga diperkuat dengan adanya hadits lainnya, sebagaimana yang kami kutipkan berikut ini:
ابن عمر رضي الله عنهما: أحلت لنا ميتتان ودمان, فأما الميتتان فالحوت والجراد, وأما الدمان فالكبد والطحال
Dari Ibnu Umar ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Telah dihalalkan untuk bagi kita (muslim) dua bangkai dan dua darah. Dua bangkai itu adalah ikan dan belalang. Sedangkan dua darah itu adalah hati dan limpa.” (HR. Ad-Daruquthuni)
Maka memakan darah ikan, atau bahkan bangkai ikan, hukumnya halal dan dibenarkan dalam syariah Islam. Bahkan meski ikan itu masih mentah, sebagaimana kebiasaan bangsa Jepang.
Kalau pun seseorang merasa jijik karena tidak terbiasa memakan ikan mentah, rasa jijiknya itu tidaklah mengubah hukumnya. Hukumnya halal, tetapi kalau masalah selera seseorang tentu tidak bisa dipaksakan.
Demikian jawaban kami, wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
sumber : www.daulahislamiyyah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar